Tekloggers | Call of Duty: Modern Warfare terjadi di negara fiksi Timur Tengah, tetapi sangat jelas seperti menceritakan elemen-elemen dari Perang Sipil Suriah yang sedang berlangsung untuk membangun narasi di mana pasukan Inggris dan Amerika berbondong-bondong bertempur untuk melawan Rusia yang dicitrakan ‘Jahat’. Bisa ditebak, plot itu tidak berjalan baik di Rusia.
“Anda harus jadi monster sepenuhnya untuk memainkan game kriminal yang terang-terangan menyebut tentara kami adalah teroris,” ujar gamers dari russia.
Sementara penyiar di Channel One mengeluhkan bagaimana Call of Duty mencitrakan militer Rusia “sadis” yang senang “mengebom, membakar, dan membunuh orang tak bersalah”.
Dilansir AFP Rabu (30/10/2019), dipublikasikan oleh perusahaan AS Activision Blizzard, Call of Duty adalah video game first person shooter. Menceritakan seseorang perempuan bernama Farah menyaksikan ayahnya dibunuh tentara Rusia dalam negara fiktif di Timur Tengah bernama Urzikistan.
Hendak membalas dendam, Farah kemudian memimpin pemberontakan, dan dikenal sebagai Komandan Karim, dan bekerja sama dengan militer AS untuk mencegah jenderal Rusia bernama Roman Barkov.
Adapun inti dari permainan itu adalah upaya prajurit Inggris, AS, dibantu milisi Urzikistan membunuh Barkov, dan mencegah kelompok ekstremis bernama Al-Qatala. Game dengan karakter utama Farah dan Kapten Price itu mendapat kritikan dari gamer Negeri “Beruang Merah”, seperti di Metacritic. “Ini adalah propaganda melawan Rusia. Aku tidak akan pernah membeli produk ini lagi,” terang seorang warganet bernama Kolyazinov.
Sony telah mempertimbangkan untuk tidak menjual permainan ini di Rusia, untuk konsol PlayStation 4. Namun game itu tersedia di PC dan XBox One.